Kematian
Misteri Hilangnya Puluhan Perempuan di Sepanjang 'Jalan Air Mata'
Highway of Tears di Kanada
Liputan6.com,
Victoria - Secara resmi namanya Highway 16 atau Jalan Raya 16. Namun, di
bentangan aspal tersebut puluhan perempuan hilang begitu saja, bahkan tewas
dibunuh. Jalan tersebut kini dikenal dengan julukan Highway of Tears --
jalan air mata.
Tak ada yang tahu
pasti berapa persisnya perempuan yang hilang di jalan sepanjang 800 km yang
melintasi British Columbia, Kanada. Beberapa menyebut, tak kurang dari 40 orang
jumlahnya.
Sejumlah papan
peringatan didirikan, bunyinya, 'Awas ada pembunuh berantai berkeliaran'. Atau
memperingatkan agar perempuan untuk tidak menumpang mobil yang melintas. Meski,
teori pembunuhan sama sekali belum terbukti.
Tidak adanya
jawaban jelas makin menambah kemisteriusannya.
Namun, kecemasan
menghantui masyarakat lokal. Sebab, sejumlah perempuan yang hilang adalah
anggota komunitas adat terpencil, yang tak punya cukup alat transportasi dan
alat komunikasi. Mereka terpaksa menumpang untuk bepergian ke tempat lain.
Mayoritas korban
menghilang di ruas jalan terpencil yang menghubungkan kota Prince George dan
Prince Rupert.
"Banyak
perempuan terpaksa menumpang karena tak ada pilihan lain," kata aktivis
antikekerasan Wendy Kellas, yang bekerja di proyek Highway of Tears yang
bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan kepada News.com.au
Ia mengatakan,
aparat menyebut 18 perempuan hilang atau dibunuh selama 30 tahun terakhir.
Namun, penduduk adat setempat mengklaim jumlahnya lebih banyak.
Tingginya kasus
kriminalitas memunculkan kliam bahwa setidaknya 1 pembunuh berantai menargetkan
perempuan rentan di sepanjang rute terpencil itu.
Pembunuhan
pertama dicatat terjadi pada tahun 1969, ketika jasa Gloria Moody ditemukan.
Perempuan yang kala itu berusia 26 tahun pamit pergi ke bar, namun ia tak
pernah kembali.
Enam tahun
kemudian, jasad Monica Igna (15) ditemukan. Kemudian pada 1988, Alberta
Williams dinyatakan tewas hanya sebulan setelah ia dilaporkan hilang.
Lalu, pada tahun
1994, jasad 3 remaja anggota komunitas asli Kanada ditemukan tergeletak di
jalanan -- memicu protes dan tuntutan pada polisi untuk memberikan perlindungan
pada perempuan yang rentan.
Belakangan, jasad
seorang mahasiswi bernama Loretta Saunders, yang berasal dari Provinsi
Newfoundland dan Labrador ditemukan Maret 2014.
Yang bikin
merinding, perempuan 26 tahun itu sedang menulis tesis tentang kasus
penghilangan atau pembunuhan di Highway of Tears saat ia menghilang.
Jasadnya
ditemukan di Rute 2 Jalan Raya Trans-Canada di New Brunswick, 720 km dari
kampung halamannya di Halifax.
Dalam kasus itu,
teman sekamar korban, Blake Leggette dan Victoria Henneberry didakwa dengan
kasus pembunuhan tingkat pertama. Demikian dilaporkan CBS News Canada.
Keluarga para
korban terus mencari orang terkasih yang tak diketahui keberadaannya, aparat
berusaha mencari jawaban atas misteri yang terjadi, sementara kelompok hak
asasi manusia menuding polisi tak berbuat sepatutnya untuk membantu kaum wanita
yang lemah.
Dalam laporan
yang dikeluarkan Februari 2013 lalu, yang berjudul 'Those Who Take Us
Away: Abusive Policing and Failures in Protection of indigenous Women and Girls
in Northern British Columbia, Canada', Human Right Watch (HRW) menganggap,
Royal Canadian Mounted Police (RCMP) di kawasan provinsi paling utara Kanada,
British Columbia gagal melindungi perempuan dan para gadis pribumi.
HRW yang
melakukan penelitian sepanjang Highway 97 dan Highway 16 mengatakan,
perempuan dan para gadis pribumi melaporkan perlakuan kasar dari polisi --
termasuk penggunaan kekuatan berlebihan, juga kekerasan fisik dan seksual.
HRW juga menuntut
dilakukan penyelidikan besar-besaran. Skala nasional. Untuk mencari tahu alasan
hilangnya para korban di Highway of Tears.
Pemerintah Kanada
diminta membentuk komisi nasional untuk penyelidikan pembunuhan dan
penghilangan perempuan dan anak perempuan dari komunitas adat, termasuk dampak
penganiayaan polisi, "Juga kerentanan yang mereka hadapi terhadap
kekerasan di masyarakat di sepanjang Highway 16, di utara British Columbia,
yang dijuluki Highway of Tears," kata HRW dalam sebuah pernyataan. (Ein)
Sumber : liputan6.com
0 comments